Konon, salah satu dampak perubahan iklim global adalah kekeringan. Kedelai termasuk tanaman yang relatif rentan terhadap terjadinya kekeringan. Apa yang terjadi di Amerika, sangat berpeluang terjadi di negara tercinta ini. Apalagi, sebagian besar kedelai di Indonesia dibudidayakan pada musim kemarau kedua, yakni di lahan sawah pada pola padi-padi-kedelai.
Badan Litbang Pertanian, telah menyiapkan berbagai teknologi untuk mengantisipasi perubahan iklim, termasuk kekeringan. Kekeringan yang terjadi pada fase reproduktif memang akan menurunkan hasil biji kedelai. Pemulia kedelai Badan Litbang Pertanian, telah memperoleh calon varietas kedelai toleran kekeringan pada fase reproduktif, yakni galur harapan DV/2984-330.
Galur DV/2984-330 diseleksi dari persilangan varietas Davros dengan aksesi plasma nutfah toleran kekeringan MLG 2984. Sejak awal, populasinya diseleksi secara ketat yakni tanpa diberikan tambahan pengairan setelah tanaman memasuki fase pembungaan. Dengan seleksi ketat tersebut, diperoleh galur DV/2984-330 yang toleran kekeringan selama fase reproduktif, bahkan lebih toleran dibandingkan dengan varietas kedelai Wilis dan Tidar.
DV/2984-330 mempunyai rata-rata hasil biji 1,95 t/ha dengan potensi hasil 2,83 t/ha, umur masak 81 hari, dan ukuran biji 10,7 g/100 biji. Dibandingkan dengan varietas Tidar, DV/2984-330 rata-rata hasilnya lebih tinggi 14%, warna biji lebih menarik (GH berwarna kuning, Tidar berwarna kuning kehijauan), ukuran biji lebih besar, namun umur masak tiga hari lebih panjang. Dibandingkan dengan varietas Wilis, DV/2984-330 rata-rata hasilnya lebih tinggi 16%, umur masak lebih genjah, dengan warna dan ukuran biji yang hampir sama.
Sumber : Litbang.deptan
0 komentar:
Posting Komentar