Tanaman Hias
Kita tahu tanaman hias adalah sebagai penghijau dirumah kita dan mempercantik interior bahkan eksterior rumah kita. Tapi tahukah anda, ada jenis tanaman tertentu yang berguna sebagai pembersih udara dalam hal ini sebagai peresap bahan polutan yang dapat membahayakan kesehatan anda.
Tanaman Sayuran dan Buah-buahan
Menanam sayuran organik dan tanaman herbal di pekarangan rumah tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan sayuran segar dan sehat untuk keluarga sendiri.
Tanaman Organik
Tanaman organik dengan Bibit agen pupuk organik
Tanaman Industri
Jati Ungggul Situbondo salah satu contoh tanaman Industri
Tanaman Rempah
Daun Seledri ini salah satu tanaman rempah-rempah yang sangat digemari pengembangbiakanya oleh masyarakat pandaisikek, Pada awalnya seledri ini cuma di tanam dilahan yang cukup banyak air atau lahan gambut.
Selasa
Cara Menyiapkan Bibit Pepaya yang Baik
Minggu
RI Punya Lahan Luas, Tapi Impor Sayur dan Buah dari China
Jakarta - Sudah bukan rahasia umun lagi Indonesia masih
tergantung terhadap barang-barang impor, termasuk pangan. Bahkan,
buah-buahan seperti apel dan jeruk sampai kedelai yang sebenarnya bisa
diproduksi di dalam negeri, tapi masih diimpor. China menjadi negara
yang gencar mengimpor produk-produknya ke Indonesia. Kok bisa?
Pengamat
dan ahli pangan Indonesia Bustanul Arifin mengungkapkan, Indonesia
sebagai negara tropis seharusnya bisa menghasilkan buah-buahan dan
sayur-sayuran sendiri tanpa mengandalkan barang impor. Namun, tidak bisa
terelakkan lahan yang dimiliki China jauh lebih luas dari Indonesia.
Dia
menyebutkan, Indonesia memiliki total luas lahan sebesar 191 juta
hektar, diantaranya 100 juta hektar masih hutan, 8 juta hektar lahan
kelapa sawit, 8 juta hektar sawah, dan sisanya lahan semak belukar.
"Nah, lahan-lahan itu diantaranya bisa dimanfaatkan untuk menanam
hortikultura. Jika serius bisa diatasi sehingga bisa mengurangi impor,"
kata Bustanul kepada detikFinance, di Jakarta, Sabtu (9/3/13).
Menurut
dia, lahan yang dimiliki China bisa dianalogikan seperti dari Sabang
sampai Merauke tanpa putus. Sehingga tak heran, jika China lebih mampu
dalam memproduksi tanaman hortikultura dibanding Indonesia.
"Lahan
di China jauh lebih luas dari Indonesia, bahkan lebih luas dari Amerika
Serikat. Diibaratkan lahan China itu dari Sabang sampai Merauke
Indonesia," katanya.
Untuk itu, Bustanul menambahkan, Indonesia
perlu memanfaatkan lahan yang ada saat ini. Dia mencontohkan, ada
sekitar 60 juta hektar lahan di Merauke yang bisa ditanami untuk produk
hortikultura seperti bawang putih. Hanya saja, kebanyakan petani masih
enggan untuk menanamnya.
"Lahan Merauke masih banyak. Untuk di lahan datar bisa ditanami tebu. Ke
bawahnya lagi bisa ditanami produk hortikultura. Lahan di Merauke
kira-kira ada 60 juta hektar. Kebanyakan petani tidak telaten menanam
bawang putih karena hasilnya kalah bersaing dengan tanaman hortikultura
lainnya," terangnya.
sumber : detik.com
Sabtu
Kalau Punya Kemauan, RI Harusnya Tak Perlu Impor Gandum dan Bawang Putih
Pengamat dan ahli pangan Indonesia Bustanul Arifin mengatakan, tahun lalu Indonesia mengimpor gandum 7 juta ton. Angka tersebut bisa terus meningkat jika Indonesia tidak segera melakukan terobosan baru untuk menghasilkan gandum sendiri.
Bustanul menyatakan, sebenarnya ada beberapa wilayah di Indonesia yang cocok ditanami gandum, hanya saja butuh kesungguhan dalam menanamnya dan ada dukungan pemerintah. Wilayah-wilayah itu meliputi Padang, Cirebon, Solo, dan Malang.
Institut Teknologi Bandung (ITB) pernah melakukan studi di Cirebon, Padang, Solo, dan Malang yang bisa ditanami gandum.
"Sama halnya bawang putih, gandum sebenarnya bisa cocok ditanam di Indonesia, tapi harus manipulasi seperti menggunakan gas rumah kaca jadi mengontrol suhu, air, dan udara tapi investasinya cukup tinggi. bisa kok kalau mau usaha," kata Bustanul saat dihubungi detikFinance, di Jakarta, Sabtu (9/3/13).
Dia mengatakan, secara kultur memang tidak banyak petani yang mau menanam gandum karena tidak mau ambil risiko. Menanam produk hortikultura lain yang lebih menguntungkan menjadi salah satu alasannya. Seperti halnya anggur, Indonesia bisa memproduksinya sendiri, namun secara kuantitas tidak mampu memenuhi kebutuhan permintaan konsumen. "Kalau anggur dan kiwi memang agak susah, tapi kalau bawang putih atau gandum bisa kalau diusahakan," ujarnya.
Dia menyebutkan, Indonesia memiliki total lahan seluas 191 juta hektar, di antaranya 100 juta hektar masih hutan, 8 juta hektar lahan kelapa sawit, 8 juta hektar sawah, dan sisanya lahan semak belukar. "Nah, lahan-lahan itu diantaranya bisa dimanfaatkan untuk menanam hortikultura. Jika serius bisa diatasi sehingga bisa mengurangi impor," cetusnya.
Terkait hal itu, Busatanul menambahkan, perlu campur tangan pemerintah dalam meningkatkan produksi produk-produk hortikultura agar tidak selalu bergantung pada impor. Campur tangan tersebut, kata dia, bisa dilakukan dengan mengikutsertakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola penananman produk-produk hortikultura seperti ganduum. "Peran BUMN perlu karena kan negara bisa ikut andil untuk pembiayaan," kata dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2012 Indonesia mengimpor 415.000 ton bawang putih dari beberapa negara dengan nilai US$ 242,3 juta atau senilai Rp 2,3 triliun bawang putih.
Mayoritas bawang putih impor datang dari China yaitu sebanyak 410.100 ton dengan nilai US$ 239,4 juta atau Rp 2,27 triliun untuk periode Januari hingga Desember 2012.
Tercatat kegiatan impor bawang putih dari China ini berjalan sepanjang tahun, sementara ada beberapa negara lain yang memasukkan bawang putih ke dalam negeri seperti India, Malaysia, Pakistan, dan Thailand, tetapi impornya tidak terjadi setiap bulan dan tak signifikan.
Impor bawang putih dari India, total sepanjang tahun 2012 sebanyak 3.424 ton dengan nilai US$ 1,7 juta, impor dari Malaysia sebanyak 1.124 ton dengan nilai US$ 1,1 juta, bawang putih dari Pakistan sebanyak 203 ton dengan nilai US$ 81,2 ribu, dan Thailand sebesar 58 ton dengan nilai US$ 37 ribu.
Zaman Pak Harto RI Produksi 2 Juta Ton Kedelai, Sekarang Cuma 800 Ribu Ton
Pengamat dan Ahli Pangan Bustanul Arifin mengatakan, produksi kedelai Indonesia saat ini turun drastis, sehingga ketergantungan mengimpor bahan baku tempe dan tahu ini makin tinggi.
Berbeda dengan zaman Presiden Soeharto yang saat itu bisa memproduksi kedelai di atas rata-rata hingga 2juta ton per tahun, sekarang Indonesia hanya mampu memproduksi 800 ribu ton kedelai per tahun.
Menurut dia, semasa pemerintahan Soeharto dulu, pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama PT Patra Tani yang merupakan anak usaha dari Pertamina, ikut andil dalam peningkatan produksi tanaman kedelai. Sehingga produksi kedelai terus melimpah tanpa perlu bergantung pada impor.
Melalui campur tangan pemerintah itulah kendala biaya yang tinggi untuk meningkatkan produksi tanaman kedelai bisa ditanggung oleh pemerintah, tanpa harus merugikan petani.
Bustanul mencontohkan, pada 1984 di daerah Prabu Mulih, Sumatera Selatan dekat dengan Palembang, terdapat lahan kedelai yang sangat luas. Lahan itu bisa menghasilkan kedelai hingga di atas rata-rata produksi kedelai nasional, kira-kira sekitar 1,6 juta hingga 2 juta ton per hektar.
"Kalau zaman Pak Harto ada penyuluhnya dari PNS dan dibayar oleh negara. Selama ini kan petani tidak mau nanam karena merasa tidak untung. Waktu itu kita mampu, masa sekarang kita enggak bisa," tegasnya kepada detikFinance, Sabtu (9/3/2013).
Untuk itu, Bustanul mengatakan, perlu adanya campur tangan BUMN untuk membantu meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.
"Perlu pengembangan kawasan hortikultura seperti pada zaman Soeharto. Perlu dikelola BUMN dan diberikan penyuluhan dan dikelola menggunakan uang negara," cetusnya.
Pemerintah Siap Membina Petani Salak Untuk Tingkatkan Kualitas Ekspor
JERUK NIPIS SEBAGAI TANAMAN OBAT TRADISIONAL